Kami menerima berita dari Indra seorang dog lover di Papua kalau hari ini dinas karantina Papua baru saja mengeksekusi 4 ekor anjing yang dikirim dari Surabaya melalui kapal laut penumpang. Eksekusi ini dilakukan di Kantor Karantina Hewan, Kotapraja - Jayapura, Papua.
Anjing-anjing ini tertangkap petugas karantina pada tanggal 5 Januari 2013. Sebelumnya, pecinta anjing di Papua sudah melakukan pendekatan ke dinas karantina agar anjing-anjing tersebut tidak dieksekusi melainkan dipulangkan ke kota asalnya atau anjing-anjing tersebut dimiliki oleh pemerintah daerah Papua yang mana mungkin akan berguna bagi mereka, tetapi dinas karantina tetap melakukan eksekusi.
Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2006 (http://hukum.unsrat.ac.id/perda/perdapapua_4_2006.htm), provinsi ini melarang masuknya hewan penular rabies seperti anjing, kucing atau kera. Pada pasal 3 ayat 1 tertulis bahwa Pemerintah Provinsi berkordinasi dengan pimpinan karantina berkewajiban untuk menolak pemasukan dan pemusnahan hewan penular rabies. Dan pada ayat 2 tertulis "Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di luar wilayah karantina". Kalau dilihat dari pasal 3 ayat 2 ini, jelas ditulis kalau hewan pembawa rabies yang tertangkap harus ditolak dan atau dimusnahkan di luar wilayah karantina yang dalam hal ini adalah Provinsi Papua. Artinya, begitu kedapatan hewan pembawa rabies maka dinas karantina wajib melarang hewan tersebut untuk turun dari angkutan pembawanya untuk dibawa kembali ke kota asalnya dan atau melakukan eksekusi di luar wilayah Papua.
Pemilik anjing yang dieksekusi juga sudah menanyakan ke dinas karantina, mengapa anjing-anjing tersebut tidak diperiksa darahnya terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada virus rabies atau tidak?. Dalam peraturan daerah tersebut, memang tidak dibahas anjing atau hewan yang masuk untuk diperiksa darahnya terlebih dahulu tetapi diharuskan untuk dikirim kembali ke kota asalnya atau dilakukan pemusnahan.
Jika hewan penyebar rabies dibawa masuk ke wilayah karantina (Papua) dan dieksekusi di kantor dinas karantina yang lokasinya berada di wilayah karantina (Papua), maka (mungkin) dinas karantina melakukan pelanggaran. Ditegaskan kembali dalam pasal 7 :
1) Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat dikenakan sanksi berupa tindakan perintah pengembalian hewan ke daerah asal atau pemusnahan
(2) Sanksi berupa tindakan perintah pengembalian hewan penular rabies dilakukan oleh petugas karantina dalam hal hewan tersebut masih berada di atas kapal/pesawat/ angkutan darat dalam wilayah karantina.
(3) Sanksi berupa perintah pemusnahan hewan penular rabies dilakukan petugas karantina dalam hal hewan tersebut masih berada di atas kapal/pesawat/angkutan darat dalam wilayah karantina.
(4) Sanksi berupa pemusnahan hewan penular rabies yang telah berada di luar wilayah karantina dapat dilakukan oleh Dinas dan atau berkoordinasi dengan karantina.
Berita ini tentu saja sangat meremukkan hati kita sebagai pecinta anjing dan kita tidak mau hal ini terjadi kembali. Agar hal ini tidak terjadi kembali maka sebaiknya pecinta anjing di manapun berada terutama di daerah yang memiliki peraturan daerah seperti ini untuk tidak mencoba melakukan pengiriman anjing karena hal ini melanggar hukum pidana. Pada pasal 8, tertulis :
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 4, diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.0000.0000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
Memang, anjing-anjing yang dieksekusi ini tidak terjangkit virus rabies tetapi dalam perda ini sudah tertulis dengan jelas kalau perda ini dengan tegas melarang masuknya hewan pembawa rabies. Anjing termasuk hewan yang bisa terkena/pembawa virus rabies. Walaupun anjing tersebut bebas virus rabies, mereka tetap dilarang secara hukum untuk memasuki wilayah ini.
(Bobby Sant)
Download Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 Tahun 2006, klik disini